LONDON, kadin.co – Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Bakrie menargetkan nilai perdagangan RI dengan AS tembus US$ 80 miliar dalam tiga tahun ke depan. Hal itu disampaikan Anindya dalam wawancara eksklusif dengan Bloomberg TV.
Anindya menjalani sesi wawancara, Jumat (16/05/2025) waktu London, usai menghadiri undangan jamuan makan malam kenegaraan di Istana Lusail, Doha, Qatar, Rabu malam (14/05/2025).
Jamuan makan malam digelar Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani untuk menghormati kunjungan Presiden AS, Donald Trump. Anindya Bakrie merupakan salah satu dari sejumlah tokoh dari berbagai negara yang diundang Emir Qatar untuk menghadiri acara itu.
Anindya Bakrie menjelaskan, nilai perdagangan RI-AS tahun lalu tercatat sekitar US$ 40 miliar. AS merupakan mitra dagang terbesar kedua Indonesia setelah China. “Kami optimistis angka ini bisa naik dua kali lipat menjadi US$ 80 miliar dalam dua hingga tiga tahun ke depan,” tutur dia.

Indonesia, menurut Anindya, bisa mengimpor kedelai, gandum, kapas, daging, dan produk susu dari AS. Sebaliknya, Indonesia bisa mengekspor produk elektronik, furnitur, alas kaki, dan garmen ke AS. “Selain itu, ada peluang kerja sama baru untuk hasil tambang mineral kritis,” kata dia.
Anin mengungkapkan, jamuan makan malam yang digelar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani untuk menghormati kunjungan Donald Trump membawa semangat positif dan membuka jalan bagi peningkatan kerja sama dagang dan investasi lintas kawasan.
“Saya pikir itu adalah jamuan kenegaraan yang sangat baik. Tapi yang lebih penting, semua orang pulang dengan suasana hati yang positif. Banyak pembicaraan soal perdagangan dan investasi,” ujar Anin.

Stabilitas dan Kerja Sama
Anindya Bakrie menekankan pentingnya stabilitas kawasan dan peluang kerja sama ekonomi antarnegara. Stabilitas kawasan Timur Tengah merupakan faktor penting bagi dunia, termasuk bagi Indonesia yang akan menjadi tuan rumah pertemuan ASEAN, pekan berikutnya.
Ketum Kadin menuturkan, kunjungannya ke AS, dua pekan silam, memperlihatkan kesamaan keinginan para pelaku usaha AS dan Indonesia untuk menghindari dampak negatif kebijakan tarif.
“Mereka (pelaku usaha AS) benar-benar ingin segera menyepakati kesepakatan karena setiap kenaikan tarif akan mendorong inflasi,” ucap dia.
Indonesia, kata Anindya Bakrie, baru saja meluncurkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara yang merupakan sovereign wealth fund (SWF) dengan aset kelolaan sekitar US$ 900 miliar. “SWF ini dapat dimanfaatkan sebagai co-investment antara Indonesia dan AS,” ujar dia.
Di tengah dinamika hubungan dagang global, menurut Anin, Indonesia berupaya memainkan peran sebagai jembatan ekonomi antarberbagai kekuatan besar dunia.

“Sama seperti Qatar yang punya posisi strategis di Timur Tengah, Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN dan satu-satunya anggota G20 dari kawasan ini ingin memainkan peran serupa. Tujuan akhirnya adalah membawa kesejahteraan, baik bagi rakyat Indonesia maupun bagi dunia,” papar Anin.
Menanggapi rencana kunjungan Presiden Prancis, Emmanuel Macron dan Perdana Menteri (PM) China, Li Qiang ke Indonesia pada akhir Mei 2025, Anindya mengatakan, menjaga keseimbangan hubungan bilateral di tengah rivalitas kekuatan besar merupakan hal yang sangat penting.
“Memang tidak mudah. Tapi kalau kita bisa mengelola hubungan dengan AS dan China secara seimbang, hasil akhirnya bisa saling menguntungkan,” tandas dia.
Meskipun Indonesia saat ini menikmati tingkat inflasi yang relatif rendah, Anin memperingatkan bahwa tekanan inflasi global akibat konflik dagang tetap menjadi perhatian serius. “Kalau mitra dagang kita mengalami inflasi, itu tidak baik juga bagi siapa pun,” tegas dia.
Menteri Luar Negeri, Sugiono kepada pers, Kamis (15/05/2025), mengungkapkan, PM China Li Qiang berencana melawat ke Jakarta untuk bertemu Presiden Prabowo Subianto pada Mei 2025. Kunjungan kenegaraan PM Li Qiang dijadwalkan sebelum lawatan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada 27–29 Mei 2025. ***