Diskusi dengan Pengurus Kadin, Hashim Djojohadikusumo: Pemerintahan Prabowo-Gibran Bakal Turunkan Tarif Pajak Perusahaan

Chief Executive Officer (CEO) Arsari Group, Hashim Djojohadikusumo (kiri) dan Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Novyan Bakrie dalam diskusi dengan para pengurus dan anggota Kadin di Menara Kadin, Jakarta, Senin (7/10/2024). Foto: Ist

JAKARTA, kadin.co – Chief Executive Officer (CEO) Arsari Group, Hashim Djojohadikusumo, mengungkapkan,  Presiden terpilih Prabowo Subianto berencana menurunkan tarif pajak perusahaan alias Pajak Penghasilan (PPh) badan dari 22% saat ini  menjadi 20%.

“Tarif pajak 22% akan diturunkan jadi 20%, kita (akan) mendekati Singapura dan Hong Kong, ini yang mau saya tegaskan,” kata Hashim saat berdialog dengan Ketua Umum (Ketum) Kadin Indonesia, Anindya Novyan Bakrie dan para pengurus serta anggota Kadin lainnya di Menara Kadin, Jakarta, Senin (7/10/2024).

 

Anggota Dewan Kehormatan Kadin Indonesia, Aburizal Bakrie (kiri) menyalami Dewan Penasihat Kadin Indonesia, Hashim Djojohadikusumo (tengah), disaksikan Ketum Kadin Indonesia, Anindya Novyan Bakrie pada acara Diskusi Ekonomi Bersama Pengusaha Internasional Senior, di Jakarta, Senin (7/10/2024). Foto: Ist.

 

Menurut Hashim Djojohadikusumo, melalui kebijakan tersebut,  pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dapat meningkatkan penerimaan negara sejalan dengan bertumbuhnya dunia usaha dan meningkatnya  kepatuhan  wajib pajak (WP) badan.

Hashim menjelaskan, Prabowo-Gibran juga membidik peningkatan rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) atau tax ratio yang saat ini dianggap terlalu kecil, yaitu 10-10,5%.

“Selain itu, pemerintahan Prabowo-Gibran akan menyasar sejumlah oknum pengusaha sektor kelapa sawit yang terindikasi tidak patuh pajak, demi menggenjot penerimaan negara,” ujar dia.

 

CEO Arsari Group, Hashim Djojohadikusumo, Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Novyan Bakrie, serta para pengurus, pembina, penasihat, dan anggota Kadin Indonesia usai berdiskusi di Menara Kadin, Jakarta, Senin (7/10/2024). Foto: Ist

 

300 Perusahaan Tak Patuh Pajak 

Hashim Djojohadikusumo mengaku telah mengantongi sekitar 300 perusahaan sawit yang tidak patuh pajak. Data tersebut diperoleh dari Kementerian Koordinator bidang Maritim dan Investasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Perusahaan-perusahaan tersebut, kata dia, mengokupansi jutaan hektare  hutan sawit.  Jika pemerintah mampu mengejar setoran pajak dari 300 perusahaan tersebut, terdapat potensi penerimaan negara sekitar Rp 300 triliun yang dapat dimanfaatkan untuk program prioritas Prabowo-Gibran, seprti makan bergizi gratis.

 

Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Novyan Bakrie (tengah) dan  para pengurus  Kadin Indonesia. Foto: Ist

 

“Setiap Rp 50 triliun kita tutup kebocoran, kita bisa beri makan gratis pagi dan siang untuk 9 juta jiwa,” tandas Dewan Penasihat Kadin Indonesia tersebut.

Adik kandung Prabowo itu menambahkan,  pemerintahan ke depan pun akan membidik target penerimaan negara mencapai 23% dari total PDB nasional. Target ini tertuang dalam Astacita yang dicanangkan Prabowo-Gibran. “Target itu telah kami  rumuskan bersama tim. Target ini bukanlah sesuatu yang mustahil,” tegas dia.

Hashim menekankan, dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara, Indonesia masih tertinggal dalam urusan rasio penerimaan. Kamboja, misalnya, kini memiliki rasio penerimaan di kisaran 18%, bahkan rasio penerimaan Vietnam mencapai 23%.

 

Dari kiri ke kanan: Ketua ABAC 2012-2018 Wisnu Wardhana, Ketua ABAC Anindya Novyan Bakrie, pengusaha senior/CEO Arsari Group Hashim Djojohadikusuma, Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani, dan Ketua MPR Bambang Soesatyo pada diskusi Future of Indonesia Dialogue: Optimisme Dunia Usaha dalam Bermitra dan Menyongsong Pemerintahan Prabowo-Gibran, di Hutan Kota by Plataran, Jakarta, Sabtu (31/8/2024). Foto: Ist.

 

Sebaliknya, total penerimaan dalam negeri Indonesia  yang bersumber dari pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), cukai, dan lain-lain tahun ini diperkirakan hanya mencapai kisaran 12,7%.

“Kenapa (Indonesia tertinggal)? Karena penegakan aturan belum maksimal. Di Kamboja (penegakan aturan) lebih maksimal, di Vietnam apalagi. Waktu itu pejabat Bank Dunia bertemu tim saya. Mereka katakan There’s no reason why you cannot reach Kambodia, there’s no reason why you cannot reach Vietnam,” papar dia. ***

Share this post :

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Pop up KADIN