JAKARTA, kadin.co – Pimpinan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Nurdin Halid menegaskan, Kadin Indonesia merupakan organisasi pengusaha, bukan organisasi politik. Karena itu, pengurus Kadin, termasuk ketuanya, harus memiliki karakteristik seperti pengusaha.
“Kadin adalah organisasi pengusaha bukan organisasi politik,” tegas Nurdin di Jakarta, Rabu (18/9/2024), menanggapi peran mantan Ketua Kadin Arsjad Rasjid yang menjadi Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN), Ganjar Pranowo pada Pilpres 2024-2029.
Menurut Nurdin Halid, sebagai organisasi pengusaha, pengurus Kadin sampai ketuanya harus bisa memiliki karakteristik seperti pengusaha, yakni menjaga kepercayaan.
“Jadi kami mengajak Bung Arsjad dan seluruh jajarannya untuk kembali ke jalan yang benar. Dia harus meninggalkan, apapun ceritanya dia pernah menjadi ketua. Itu kami hargai dan hormati. Kami mengajak Bung Arsjad meninggalkan legasi bahwa ketika ada kekisruhan justru dia tampil untuk menyatukan ini dan menerima keadaan ini,” tandas Nurdin.
Nurdin Halid menjelaskan, apa yang terjadi saat ini merupakan konsekuensi politik. Nurdin mempertanyakan mengapa saat itu Arsjad ikut berpolitik. Padahal, regulasi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD ART) Kadin Indonesia sampai Undang-Undang (UU) melarang hal tersebut.
“Pada dasarnya sama sekali tidak ada ruang untuk seorang ketua umum berpolitik,” ujar dia.
Representasi Suatu Organisasi
Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kadin, Pasal 15, menyatakan Kadin adalah organisasi mandiri, bukan organisasi pemerintah maupun organisasi politik. Ketentuan ini juga meliputi kegiatan para insan Kadin Indonesia yang berkaitan dengan politik, termasuk larangan mencari keuntungan.
Dalam pasal yang sama, UU Kadin menegaskan bahwa Kadin adalah organisasi berswadaya mandiri, bukan organisasi dari sebuah kekuatan sosial politik, termasuk di dalamnya, yakni personelnya.
“Seorang Ketua Umum Kadin adalah personifikasi dari simbol. Representasi suatu organisasi. Dia tidak boleh diwakili berdasarkan AD ART. Ini yang tidak dijaga dalam kemandirian dan independensi,” ucap Nurdin.
Nurdin Halid juga menyinggung alasan rasional tahapan tentang teguran 33 bulan yang tidak dilakukan. “Pelanggaran yang dilakukan Arsjad dinilai tidak bisa diperbaiki,” tutur dia.
Secara faktual, kata Nurdin, pelanggaran seperti memimpin dengan tidak baik, vakum, atau pelanggaran keuangan, bisa ditegur.
“Tetapi ini pelanggaran UU dan AD ART pasal 14 tentang sifat keorganisasian Kadin. Ini ditegur nggak ada guna karena tidak bisa diperbaiki. Sudah jadi ketua timses dan gagal. Dengan kegagalan itu berimbas kepada pasal tentang hubungan pihak terkait,” papar dia.
Nurdin pun menyoroti hubungan Kadin dengan pemerintah, di mana seorang ketua umum diwajibkan membangun komunikasi dengan pemerintah, dalam rangka efektivitas peran pengusaha di bidang ekonomi.
“Saya meragukan bahwa Arsjad bisa berkomunikasi dengan pemerintah secara baik, ketika dalam peristiwa politiknya Arsjad berseberangan. Tidak akan ada kepercayaan sehingga tidak ada komunikasi,” ujar dia.***